music Player goes here
[ ]
Watashi No Kokoro







✿ twitter
✹ tumblr
✖ flavors c;
☂ youtube channel
✈ roleplayer
+
+

Indonesia, Ekonomi Kerakyatan, Samanhudi. [MOCAS SPB 2] ON Kamis, 12 Oktober 2017 AT 07.59
[Surakarta, 24 September 2017]

Pada hari itu, saya dan rekan lainnya dalam Sekolah Penerus Bangsa mendapat kesempatan untuk mendatangi Museum Samanhudi yang letaknya ada di Jl. K.H. Samanhudi No.75, Sodokan, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Tampak depan mungkin memang terlihat sebuah kantor kecamatan Sodokan biasa, akan tetapi dibaliknya terdapat sebuah museum yang memuat banyak sekali kisah dan peninggalan lama dari seorang pahlawan besar kita, K.H. Samanhudi. Dan museum ini baru saja diresmikan pada tanggal 28 September 2011 oleh Ir. Joko Widodo yang pada saat itu masih menjabat sebagai Walikota Surakarta.

K.H Samanhudi merupakan pendiri dari organisasi Sarekat Dagang Islam atau yang biasa disebut dengan SDI. Beliau lahir di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1868. Selain karena menjadi pendiri dari organisasi SDI, beliau juga merupakan salah satu penggerak Ekonomi Kerakyatan yang cukup berpengaruh bagi masyarakat di sekitarnya, terutama di Surakarta itu sendiri. Beliau merupakan salah satu pendiri bisnis batik terbesar di Laweyan dan menuai kesuksesan yang besar sehingga namanya menjadi salah satu sosok yang paling terkenal dengan suatu pergerakan yang menuai keberhasilan.

Selain mengunjungi museum Samanhudi yang terletak di Sodokan, kami juga mengunjungi makam dari beliau dan juga makam dari istri beliau yang terletak cukup dekat dari Masjid Laweyan dan melewati Tugu Batik pusat kampung Laweyan yang pernah berjaya di masa Samanhudi. Juga kunjungan ke rumah pemberian Soekarno yang baru saja diberikan 11 (atau lebih?) tahun setelah kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa Samanhudi.

Inilah sebuah cerita singkat mengenai seorang pahlawan besar kita yang telah menggoreskan jejak kepahlawanan dan menyejahterakan masyarakat pada masa itu. Lalu apakah kita akan mengikuti jejak para pahlawan kita, atau justru malah mencoreng nama baik pahlawan-pahlawan kita?

0 CHEONSA

Masyarakat Yang Merakyat [MOCAS SPB 1] ON Kamis, 21 September 2017 AT 11.04
Seperti materi yang diberikan oleh bapak Rosnendya Yudha Wiguna yang membahas Ekonomi Kerakyatan dan mas Muhammad Fathan Mubin tentang empati dan masalah kemasyarakatan melalui sudut pandang Psikologi, saya, Rachel Mohereisa Zahra, sebagai siswa dari Sekolah Penerus Bangsa 2017, berniat untuk membahas sedikit permasalahan yang saya kaji dan saya hubungkan dari kedua pemateri dengan materi yang berbeda namun dapat saya hubungkan dengan baik.

Kenapa saya memberikan judul 'Masyarakat Yang Merakyat' pada pembahasan ini? Karena saya ingin mengkaji sedikit hal yang kurang dari masyarakat kita yaitu kurangnya sikap kepedulian―atau singkat saja, merakyat. Mungkin cukup simpel karena merakyat itu hal yang mudah. Berbaur dengan masyarakat diluar sana dan melihat kehidupannya yang unik, tentu mudah bukan? Tetapi bukan itu saja yang akan saya bahas

Pernahkah kalian sedikit saja memperhatikan bagaimana seorang ibu yang rambutnya sudah beruban tengah menggendong sebuah bakul besar yang beratnya mungkin bisa lebih dari yang kita bayangkan, atau bagaimana seorang bapak dengan badannya yang sudah membungkuk tengah mendorong gerobak besar yang berisikan banyak dagangan―yang mungkin belum tentu semua dagangannya habis dalam sehari itu? Atau pernahkan kalian menempatkan diri kalian―membayangkan diri kalian sebagai orang yang ada diluar sana?

Sebagai makhluk sosial, sudah semestinya kita meningkatkan rasa empati kita terhadap masyarakat lain. Simpan dulu ego terhadap diri sendiri, dan simpan dulu keluhan terhadap hal kecil yang kita tidak sukai. Karena masih banyak orang lain yang ingin berada di posisi kita, namun kita justru sibuk mengeluhkan hal ini dan hal itu yang sebetulnya masih lebih baik daripada yang orang lain rasakan.

"Indonesia ini banyak masyarakatnya―banyak manusianya. Tapi buat apa sih masyarakatnya banyak kalau rasa kemanusiaan dan kerakyatannya gak ada?"

Cobalah sesekali untuk memandang kebawah―bukan dalam artian buruk, tetapi bayangkanlah diri kalian berada di kumpulan masyarakat yang menginginkan hidup dalam posisi kita. Bisa saja mereka menginginkan berada di posisi kita, makan enak, memiliki baju bagus, bersekolah tinggi, dan hal lainnya yang belum tentu mereka miliki di kehidupannya masing-masing.

Untuk para calon pemimpin diluar sana, janganlah menjadi pemimpin yang apatis, yang mengabaikan rakyatnya yang meronta diluar sana. Janganlah menjadi pemimpin yang congkak, yang meraup uang rakyat demi kepentingannya sendiri. Dan janganlah menjadi pemimpin yang hanya mengandalkan kekuasaan, tetapi tidak memiliki empati pada dirinya.

Jadilah pemimpin yang rendah hati, tidak mengandalkan 'pencitraan' pada media apapun, tetapi jadilah pemimpin yang bergerak dengan tindakan. Bukan hanya sekedar janji manis yang membuai rakyat diluar sana. Jadilah pemimpin yang tidak hanya mengandalkan kepintaran, tetapi mengandalkan empati yang tinggi untuk mengayomi masyarakatnya yang membutuhkan bantuan. Dan jadilah pemimpin yang adil tanpa memandang status apapun.

Dan untuk kita, para pelajar yang statusnya sudah menjadi 'Mahasiswa', jadilah bagian masyarakat yang merakyat dan tidak apatis. Bukalah matamu se-lebar-lebarnya, dan pandangilah para rakyat yang sedang kebingungan―seperti yang tertera pada Mars Mahasiswa yang selalu kita nyanyikan sebagai mahasiswa. Tanamkan empatimu sedalam-dalamnya dan mari sama-sama kita bantu masyarakat yang sedang kebingungan dengan sebaik mungkin.

[ MOCAS 1 Sekolah Penerus Bangsa 2017


 
Tertera, Rachel Mohereisa Zahra. ] 


0 CHEONSA